Astronom Asal Indonesia Menemukan Planet Tertua di Alam Semesta
Astronom asal Indonesia, Dr. Johny Setiawan, bersama dengan
ilmuwan-ilmuwan Eropa baru saja menemukan sistem keplanetan yang unik.
Sistem keplanetan ini beranggotakan dua planet yang mengorbit bintang
HIP 11952, masing-masing dalam waktu 7 dan 290 hari.
Ilustrasi sistem keplanetan HIP 11952. Tampak
di latar belakang galaksi-galaksi yang baru terbentu. Kredit: Timotheos
Samartzidis
Bintang HIP 11952 tergolong bintang yang sangat tua. Usianya sekitar
13 milyar tahun, hampir seumuran dengan alam semesta! Selain itu,
bintang ini mengandung unsur logam sedikit sekali,
hal yang sulit
dijelaskan oleh teori pembentukan planet pada saat ini. Penemunya
menamakan sistem keplanetan tersebut dengan nama populer Sanaatana,
yang diambil dari bahasa Sansekerta dan bermakna kekal atau purba.
Penemuan ini menunjukkan adanya proses pembentukan planet pada masa awal
terbentuknya alam semesta.
Teori pembentukan planet yang jamak diterima saat ini adalah bahwa
planet terbentuk dalam piringan cakram gas dan debu yang mengitari
bintang muda. Proses pembentukan planet sangat rumit dan hingga kini
masih terbuka luas untuk diteliti lebih detil. Lebih dari 750 planet di
luar Tata Surya telah ditemukan dan astronom mendapati sistem keplanetan
tersebut beraneka ragam. Akan tetapi, ada kecenderungan tertentu, yaitu
bintang yang mempunyai kandungan unsur logam tinggi berpeluang besar
mempunyai planet. Dalam astronomi, unsur “logam” berarti unsur yang
lebih berat dari hidrogen dan helium.
Perlu diketahui bahwa pada mulanya unsur yang ada di alam semesta
nyaris hanya hidrogen dan helium. Hampir semua unsur berat diproduksi
dalam bintang dan dilontarkna ke ruang angkasa saat bintang masif
mengakhiri hidupnya dengan ledakan supernova. Dengan demikian, sampai di
mana batas kandungan unsur-unsur berat yang dimiliki bintang agar masih
dapat membentuk planet? Apakah bintang-bintang pertama di alam semesta
juga bisa membentuk planet?
Dr. Johny Setiawan, astronom asal Indonesia dan pernah meneliti
bertahun-tahun di Max-Planck-Institute for Astronomy di Heidelberg,
Jerman, menemukan dua exoplanet yang mengorbit bintang HIP 11952, sebuah
bintang di rasi Cetus, sekitar 375 tahun cahaya jauhnya dari kita.
Mereka mendeteksi sistem keplanetan itu dengan menggunakan metode
kecepatan radial, sebuah teknik yang kerap digunakan dalam kurun 20
tahun terakhir untuk mencari planet-planet di luar Tata Surya. Dengan
teknik ini, astronom mengukur pergerakan bintang induk yang disebabkan
oleh objek-objek tak tampak yang mengitarinya. Pergerakan ini bisa
dilacak melalui pergeseran garis-garis spektrum bintang tersebut dengan
menggunakan spektrometer. Spektrometer yang digunakan Dr. Johny Setiawan
dan timnya adalah FEROS (Fibre-fe Extended Range Optical Range
Spectrograph) yang dipasang pada teleskop berdiameter 2,2 meter yang
berada di Observatorium La Silla di Chile. Mereka telah mengamati
bintang HIP 11952 sejak tahun 2009 hingga 2011.
Kedua exoplanet tersebut, HIP 11952 b dan HIP 11952 c, merupakan
planet gas raksasa dengan massa setidaknya 2,93 dan 0,8 kali massa
Planet Jupiter, dan mengorbit bintang induknya dengan periode 290 dan 7
hari. Planet-planet tersebut unik. Keunikannya terletak pada fakta bahwa
mereka mengorbit bintang yang memiliki kandungan unsur logam sangat
rendah (yaitu sekitar 1% dari kandungan logam Matahari) dan berusia
sangat tua. Bintang semacam ini langka ditemukan di sekitar Matahari.
Umumnya bintang-
bintang yang berada di sekitar Matahari mempunyai kandungan logam yang relatif tinggi dan berusia kurang dari 10 milyar tahun.
Penemuan Dr. Johny Setiawan dan kawan-kawan ini membantu menjawab
pertanyaan di atas. “Kedua planet yang mengitari HIP 11952 membuktikan
bahwa planet-planet ternyata memang dapat terbentuk di sekitar bintang
yang kandungan logamnya sedikit,” kata Dr.
Johny Setiawan, yang memimpin penelitian tersebut. “Pada tahun 2010
lalu, kami juga menemukan planet di bintang HIP 13044 yang juga
berkandungan unsur logam sedikit. Dahulu kami beranggapan bahwa itu
hanya pengecualian saja. Namun sekarang, mungkin masih banyak
planet-planet di sekitar bintang yang memiliki kandungan unsur logam
sedikit,” ujar Dr. Veronica Roccatagliata dari
University Observatory Munich, yang juga memimpin survei pencarian planet di sekitar bintang berkandungan unsur logam rendah.
Dengan usia 12,8 milyar tahun, untuk saat ini sistem keplanetan HIP
11952 memegang rekor sistem keplanetan tertua yang pernah ditemukan.
Usia alam semesta sendiri diperkirakan sekitar 13,7 milyar tahun dan
bintang tertua yang ditemukan di galaksi Bima Sakti diperkirakan berusia
13,2 milyar tahun (sebagai perbandingan Matahari kita berusia 4,5
milyar tahun.). Dengan demikian, bisa dikatakan sistem keplanetan HIP
11952 terbentuk saat galaksi Bima Sakti belum sempurna terbentuk atau
malahan belum terbentuk. Bintang-bintang semacam itu termasuk bintang
Populasi II, yaitu bintang-bintang tertua di Bima Sakti.
“Ini bisa diumpamakan menemukan benda arkeologi di pekarangan rumah
sendiri, karena sistem planet ini terbentuk ketika galaksi kita sendiri
masih bayi, dan temuan ini ternyata tidak jauh jaraknya dari bumi, hanya
sekitar 375 tahun cahaya.”, kata Dr. Johny Setiawan yang sekarang
mengabdikan diri di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin.
“Sebenarnya pernah diduga bahwa planet tersebut berasal dari stream bintang-bintang dari luar galaksi, seperti HIP 13044.
Bintang-bintang semacam itu sangat menarik untuk mempelajari
pembentukan planet di bintang-bintang berunsur logam rendah” lanjut Dr.
Rainer Klement, yang mempelajari stream bintang-bintang di Bima
Sakti. “Kami sangat tertarik untuk meneliti lebih lanjut apakah masih
banyak sistem keplanetan seperti yang kami temukan. Hal ini menunjukkan
bahwa planet-planet ternyata sudah terbentuk sejak permulaan
terbentuknya alam semesta“, ujar Dr. Anna Pasquali dari Center for
Astronomy Heidelberg, yang juga ikut dalam penelitian ini.